RSS

Arsip Penulis: teguhopensource

Pemanfaatan Open Source Software

Open  Source  Software  memberikan  posisi  yang  unik  kepada para developer dan penggunanya. Begitu juga perusahaan yang terlibat pada bisnis Open Source Software akan memiliki relasi yang  berbeda  dengan  para  pengguna.  Sebagai  contoh  pada kasus pengungkapan suatu bug atau kesalahan. Tidak seperti produk closed source yang cenderung menutupi masalah    sekuriti    sistem    hingga    ada    orang    yang membongkarnya;  pada  open  source,  programmer  di  luar kelompok diperkenankan untuk melihat source code sebelum terjadi “crash”,  dan  melakukan  perbaikan  segera  terhadap perangkat lunak tersebut.

Sebagai  contoh,  kelemahan  dari  model  sekuriti  Microsoft  Windows terbuka setelah adanya virus Melissa, tapi tanggapan  dari perusahaan relatif lama setelah adanya kasus. Mereka tidak  pernah memberikan peringatan akan kemungkinan hal ini dapat  terjadi. Dengan  open  source  software  biaya  untuk  perbaikan  dapat  dikatakan  mendekati  nol.  Waktu  yang  dibutuhkan  untuk  mendeteksi  dan   memberbaiki  kerusakan   juga  berkurang. Dengan demikian user pada pola Open Source Software memiliki posisi yang penting dan dapat menentukan arah perkembangan perangkat lunak. Pengguna  memperoleh  posisi  yang  berbeda  pada  pendektan  Open  Source  ini.  Juga  sebagai  co-developer.  Hal  ini  sejalan  dengan terjadi pergeseran masyarakat pengguna saat ini yang  bergeser dari “consumer society” ke “user society”. Solusi tidak  saja berasal dari para vendor tetapi dapat juga dari user.

Pola Open Source Software ini menimbulkan pergeseran struktur kekuatan, yang tadinya berada di tangan “penjual perangkat lunak” sekarang condong ke tangan para pengguna. Sehinggga timbul  peletakkan  posisi  ulang,  dalam  arti  kompetisi  untuk memberikan kualitas, utilitas dan juga mencegah memperoleh keuntungan dari manipulasi yang diperoleh melalui perangkat distribusi,  pola  pemasaran,  batasan  lisensi  dan  perjanjian dengan penyedia perangkat keras. Kasus perjanjian OEM antara vendor perangkat keras dan perangkat lunak menjadi contoh nyata dari ketakberdayaan konsumen. Open Source Software juga secara otomatis menyediakan suatu lingkungan  pendidikan  yang  lebih  baik,  yaitu  menyediakan source   code   yang   memungkinkan   pengguna   melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhannya. Dengan  dimanfaatkannya  Open  Source  Software  secara  luas  akan  memberikan  berbagai  keuntungan,  misalnya  dari  segi  sosial masyarakat yaitu user dapat saling berbagi penggunaan  dengan pengguna lainnya atau komunitas secara luas, dapat  berkembangnya dukungan lokal dan user akan terpacu untuk  memenuhi   kebutuhan   sendiri   untuk   dukungan   teknis,  memodifikasi perangkat lunak untuk kepentingan lokal sangat  dimungkinkan, serta kesempatan bagi tenaga kerja lokal. Open   Source   Software   memberikan   pengguna   kendali  sesungguhnya  terhadap  sistem  operasi  dari  teknologi  yang mereka   gunakan.   Tidak   seperti   lisensi   proprietary   yang membuat suatu pembatas (barrier) untuk menggunakan solusi karena kebutuhan akan negosiasi dan persetujuan. Pada bisnis model Open Source, penyedia jasa menjadi lebih  fokus pada layanan daripada sekedar berjualan lisensi. Jelas ini  membuat terbukanya kesempatan bagi tenaga kerja lokal (TKL)  yang ingin memanfaatkannya. Lokasi yang dekat ke customer  memberikan  kemungkinan  persaingan  harga  dan  pelayanan  yang lebih baik, daripada dengan pemberi jasa dari luar negeri. Pola  Open  Source  Software  memungkinkan  para  pengguna  komputer  dan  para  developer  di  Indonesia  menggunakan  perangkat lunak secara murah dan legal. Citra sebagai bangsa  pembajak dapat dihilangkan dengan menggunakan Open Source  Software.  Hal  ini  disebabkan  sistem  lisensi  yang  diterapkan  Open   Source   Software   memperbolehkan   proses   duplikasi  tersebut.

Dengan  berpartisipasi  dalam  proyek  Open  Source  Software  berarti   programmer   telah   menimba   pengalaman   dengan  berpartisipasi dalam proyek yang berukuran besar. Mereka yang  terlibat  dalam proyek Open  Source  Software  akan  mendapat  ”bayaran  tambahan”  berupa  apresiasi  publik,  tukar  menukar  pikiran, pengaruh baik pada metoda disain mendatang. Bagi  perusahaan  yang  ingin  mengontrak  para  pengembang tersebut,  paradigma  Open  Source  Software  menyebabkan mereka tidak perlu repot-repot membuktikan kualifikasi dengan pola konvensional, misal reference, atau proses interview yang memakan  waktu.  Cukup  dari  hasil  kerja  dan  reputasi  dari programmer atau kelompok developer tersebut. Artinya yang menerima keuntungan bukan saja programmer tetapi juga pihak yang ingin mempekerjakan programmer. Secara  umum  model  Open  Source  Software  memberikan  keuntungan utama bagi para pelaku bisnis TI lokal yaitu lebih dekat  dengan  costumer.  Dengan  diterapkannya  Open  Source Software secara luas, akan banyak lapangan  pekerjaan yang terbuka bagi tenaga kerja lokal.

Akan tetapi bila tenaga kerja lokal tidak mempersiapkan diri untuk memberikan service yang baik, dan masih bertumpu pada pola penjualan lisensi, maka akan terjadi hal sebaliknya. Tenaga kerja luar negeri akan kembali merebut kesempatan tersebut. Disinilah   kualitas   SDM   menjadi   lebih   penting   daripada kepemilikan lisensi penjualan. Beberapa   daerah   di   Indonesia   pada   saat   ini   memiliki kemungkinan menerapkan solusi dengan Open Source Software akan  tetapi  ketersediaan  SDM  lokal  menjadi  suatu  halangan untuk menerapkannya. Pada  dasarnya  suatu  perusahaan  akan  lebih  suka  dengan  dukungan  teknis  dari  SDM  lokal,  karena  bisa  sewaktu-waktu  dipanggil ketika terjadi kerusakan. Secara ekonomis perusahan  menjadi rugi kalau harus memanfaatkan SDM non lokal, karena  harus mengeluarkan “overhead cost”, sedangkan lapangan kerja  lokal juga rugi karena tidak bisa memanfaatkan tenaga kerja. Pengakuan keterlibatan dukungan teknis lebih dirasakan pada produk   Open   Source   Software,   sebab   customer   telah memperoleh  perangkat  lunak  dengan  gratis.  Sehingga  nilai keberadaan  dukungan  teknis  akan  jauh  lebih  terasa,  baik melalui  perbaikan,  ataupun  dokumentasi.  Di  sisi  pemberian dukungan teknis inilah SDM lokal dapat memberikan jasanya dengan harga yang lebih bersaing.

Disamping  terbukanya  partisipasi  yang  dapat  dilakukan  oleh  tenaga  kerja  lokal  pada  penyediaan  jasa,  terbuka  juga kesempatan untuk berpartisipasi dalam hal lainnya, misalnya:  menerbitkan  tulisan  dan  buku,  membuat  dokumentasi  dari  program tersebut, mencoba program dan memberikan laporan bug, mendefinisikan requirement dari suatu program, membuat program, mendorong perbaikan SDM, dll. Pola  pengembangan  perangkat  lunak  Open  Source  Software  seperti  pada  GNU/Linux  memberikan  harapan  cerah  untuk  memperkenalkan kemampuan para tenaga kerja TI Indonesia di  pasar dunia. Hambatan-hambatan di atas dapat diatasi dengan  memanfaatkan pola pendekatan Open Source Software, karena  pola   ini   memberikan   kemungkinan   keterlibatan   seorang programmer   pada   Open   Source   Software   yang   akan  meningkatkan  reputasi  tenaga  kerja  TI  Indonesia.  Pada  pola  Open Source Software ini, reputasi lebih dipentingkan daripada  kepemilikan  sertifikasi  dan  pembayaran  menjadi  jaringan  pengembang  ala  pengembang  perangkat  lunak  proprietary.  Dikenalnya  para  pengembang  perangkat  lunak  Indonesia  ini  jauh lebih mudah melalui jalur Open Source Software, tinggal  bergantung pada kemauan dan kemampuan mereka. Keterlibatan tenaga kerja pengembang di dalam pengembangan  Open Source Software ini tidak saja bagi mereka yang bekerja  sebagai   programmer,   tetapi   juga   bagi   mereka   yang  mengerjakan dokumentasi, pelaporan bug, dan lain sebagainya.

Penghargaan  dan  kenaikan  reputasi  terhadap  mereka  yang menyumbangkan patch (perbaikan) atau laporan bug akan lebih diterima, sebab semua akan diumumkan secara terbuka. Tidak tertimbun  secara  tertutup  dalam  dokumentasi  perusahaan pembuat  perangkat  lunak.  Penemuan  bug  mendapat  tempat dalam komunitas Open Source Software, tidak ditutupi seperti halnya dalam pola Closed Source.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 1, 2012 inci Uncategorized

 

Percobaan Analisa Perintah Dasar Linux

1)      Merubah informasi finger :

Image

2)      Melihat user-user yang sedang aktif dengan perintah ‘w’, kita bisa melihat user yang sedang login pada sistem dan yang dilakukannya.

Image

3)      Untuk melihat kalender satu tahun penuh kita memakai perintah ‘cal <tahun>’

Image

4)      Dengan perintah ‘ man cal’ kita dapat melihat manual perintah ‘cal’

Image

5)      Mencari perintah manual ls dengan kunci sort : masuk ke manual ls dengan ‘man ls’ kemudian ketik ‘/sort’. kata kunci sort akan block hitam

Image

6)      Tampilan ‘ls -a -l’ dan ‘ls -al’ keduanya sama yaitu menampilkan isi direktori dengan atribut lengkap.

Image

7)      Menampilkan semua file pada direktori /etc yaitu dengan perintah ls

Image

8)      Menampilkan semua file pada direktori /etc secara lengkap dengan perintah ‘ls -al’

Image

9)      Mengkopi file /etc/group ke folder prak1 yaitu buat dulu direktori prak1, masuk kedirektori tersebut dengan perintah ‘cd’ lalu kopi /etc/group ke file tes1 kemudian tes2 dan tes3.

Image

10)  Melihat isi file tes1 satu halaman penuh yaitu dengan perintah more

Image

11)  Memindahkan file tes dan tes2 sekaligus ke direktori home dengan perintah mv

Image

12) Menghapus file tes1 dan tes2 dengan konfirmasi dengan perintah ‘rm -i <nama file>’

Image

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 1, 2012 inci Uncategorized

 

Software Open Source ( GIMP )

Perbandingan GIMP dengan Adobe Photoshop yaitu :
Kelebihan GIMP :
1. Bisa digunakan di PC yang SO-nya Windows, Linux, dan Mac OS.
2. Gratis.
3. Aplikasinya ringan dan bisa digunakan di komputer yang menggunakan spesifikasi
rendah / minimum sekalipun.
4. Penyeleksian gambar / photo lebih mudah.
5. Mengimport / mengeksport gambar / foto ke ekstensi SVG.
6. Bisa membuat gambar animasi.
7. Mampu gambar atau foto menampilkan dari berbagai macam format file.
8. Mengedit layer teks lebih mudah.
9. Mendukung berbagai macam format file.
10. Bisa ditambahakan pulg-in layaknya Adobe Photoshop tetapi plug-in-nya gratis.
11. Jika Anda kurang cocok dengan tampilan awalnya, maka Anda bisa menggantinya.
12. Bersifat Open Source.
Kekurangan GIMP :
1. Hanya mendukung 8 bits per-channel.
2. Masih sedikit plug-in yang tersedia.
3. Filter / efek-efeknya belum lengkap layaknya Adobe Photoshop
Dan kinerja Adobe Photoshop yaitu keunggulan beserta kekurangannya.
Keunggulan Adobe Photoshop :
  1. Pengoperasiannya yang mudah bin gampang.
  2. Efek serta filter-nya banyak sehingga sangat menarik.
  3. Umum digunakan oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia desain grafis dan dunia photo.
  4. Mendukung berbagai macam format file layaknya GIMP.
  5. Pengeditan layer begitu mudah.
  6. Tool-nya ada banyak.
  7. Mendukung hingga 64-bit perchannel.
  8. Bisa mengimport atau mengekspor ke berbagai format file seperti JPG, PNG, dan lain sebagainya.
Kekurangan AdobePhotoshop :
  1. Mahal
  2. Hanya Sistem Operasi yang berbasiskan Microsoft Windows serta Mac OS yang didukung. Jika menggunakan Linux harus ada software tambahan seperti Wine.
  3. Sepesifikasinya besar dan membutuhkan komputer yang berspesifikasi besar tidak seperti GIMP.
  4. Tidak Open Source.
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 1, 2012 inci Uncategorized

 

Sejarah Open Source Indonesia

Bagian  ini  akan  mengkaji  rangkaian  peristiwa  yang  pernah terjadi milenium yang lalu di Indonesia. Banyak kejadian pada saat  tersebut  yang  tidak  terdokumensi  secara  sistematis,  sehingga tulisan ini diharapkan sudah cukup untuk memberikan  gambaran perihal rangkaian kejadian pada saat tersebut. Hingga  1970-an,  perangkat  keras  komputer  berbentuk  main  frame atau mini yang dikelola oleh sebuah tim yang eksklusif di dalam  sebuah  “ruang  kaca”  yang  steril.  Populasi  komputer secara keseluruhan sangat sedikit berhubung harganya sangat  mahal. Pemeliharaan instalasi komputer dipercayakan kepada  agen  pemasok (supplier),  sehingga  supervisi  kepemilikan perangkat lunak dapat dilakukan secara relatif ketat. Walau pun demikian,  terkandang  para  pemasok  tersebut  meminjamkan perangkat lunak tanpa seizin pemilik lisensi.

Tahun 1980-an ditandai dengan kemunculan komputer Apple II berbasis 6502 /1 MHz dengan opsi tambahan prosesor Zilog Z80/ 2 MHz. Komputer  ini  menggunakan  media  penyimpanan  disket  yang  mudah  digandakan,  sehingga  memudahkan  pendistribusian  perangkat  lunak  Public  Domain (PD)  maupun  Shareware. Namun, media disket ini pun menyebabkan kehadiran perangkat  lunak tanpa lisensi yang sering diberi istilah perangkat lunak bajakan. Pola  penggunaan  perangkat  lunak  tersebut  dilanjutkan  pada  saat kehadiran PC berbasis Intel 8088 (16 bit / 4.77 MHz / PC /  MS-DOS), serta work-station Unix berbasis Motorola 68k (32 bit).  Jika  sebelumnya  bentuk  pendistribusian  dalam  bentuk  biner, pada  sistem  berbasis  unix  juga  disertakan  source  code  dari program tersebut.

Selain  dengan  media  magnetik,  pendistribusian  juga  mulai  dilakukan melalui jaringan secara online (ARPAnet), atau secara  batch (usenet)  dengan  newsgroup  seperti  comp.source.unix,  alt.source,  dll.  Penyertaan  source  code  dan  pendistribusian  melalui jaringan ini merupakan cikal bakal tradisi Open Source  Software. Tema  penelitian  bidang  ilmu  komputer  pada   1980-an  ini mencakup pemodifikasian dan pem-porting-an perangkat lunak  jenis  Public  Domain.  Motivasi  penggunaan  Public  Domain  ini  tersebut  bukan  berdasarkan  moral,  melainkan  kepraktisan belaka  yaitu  meneruskan/mengikuti  trend  penelitian  di  luar  negeri. Beberapa perangkat lunak yang digunakan pada waktu  itu seperti GCC Compiler untuk Unix, UUCP, CNEWS 2.11, X.400  EAN, Silicon Compiler, Cross Compiler (Modula 2, Pascal), UIUC  Notes, dan lain sebagainya.

Menjelang akhir 1980-an dan awal 1990-an, hadir perangkat PC  yang  cukup  canggih (i486)  yang  dilengkapi  sistem  operasi seperti SCO Xenix dan SCO Unix. Selain stabil, sistem operasi  tersebut  mendukung  berbagai  jenis  perangkat  keras  dan  perangkat  aplikasi  bisnis.  Namun  kekurangan  dari  sistem  tersebut  diantaranya  lisensi  yang  mahal  sehingga  kembali  menjadi  sasaran  “pembajakan”.  Selain  itu,  tanpa  penyertaan source-code berakibat sistem operasi tersebut sulit dimodifikasi/  fine tuning.

Pada tahun 1991, Linus Torvalds memperkenalkan kernel Linux melalui  newsgroup  “comp.os.minix”  yang  disambut  secara antusias oleh komunitas programer. Namun tidaklah demikian sambutan dari kalangan dunia usaha, berhubung kernel tersebut masih  kurang  stabil  serta  tidak  didukung  oleh  perangkat asesoris  yang  memadai.  Setahun  kemudian,  Paulus  Suryono Adisoemarta dari Texas, memperkenalkan distribusi SLS dengan kernel versi 0.9 kepada masyarakat Indonesia. Sayang  sekali,  versi  tersebut  pada  saat  itu  masih  memiliki  beberapa  kelemahan,  terutama  dalam  mendukung  perangkat  keras seperti ethernet board dan serial board.

Pada tahun 1994,  diperkenalkan  distribusi  Slackware  dengan  kernel  versi 1.0.8kepada   masyarakat   akademika   di   Universitas   Indonesia. Distribusi ini sudah mendukung TCP/IP serta X11R4. Slackware menjadi populer di kalangan para mahasiswa UI, karena pada waktu itu merupakan satu-satunya distribusi yang ada. Secara bersamaan,  Linux  mulai  digunakan  pada  salah  satu  mesin operasional IPTEKnet, yaitu MIMO. Bersamaan dengan pengenalan distribusi ini, Internet komersial mulai  hadir  di  Indonesia.  Sustainable  Development  Network Indonesia  dapat  dikatakan  merupakan  merupakan  proyek  pertama  (1994)  yang  menggunakan  Linux  di  luar  komunitas  riset/    pendidikan. Distribusi yang digunakan ialah Slackware (kernel 1.0.9) pada mesin 486 33Mhz, 16 Mbyte RAM, 1 Gbyte disk,  serta  leased-line  ethernet  10  Mbps  ke  IndoInternet.

Setahun  kemudian (1995),  IndoInternet  berhasil  diyakinkan untuk mulai mengadaptasi sistem Linux. Sistem pertama yang digunakan  untuk  operasional  merupakan  router  dengan  tiga ethernet board (kakitiga.indo.net.id) yang digunakan untuk mensegmentasi  intranet  mereka.  Selain  itu,  sistem  pendaftaran domain “.ID” pun sudah menggunakan mesin Linux. Tanda-tanda aktivitas Linux pun mulai bermunculan serentak di  mana-mana  pada  tahun  1995  tersebut.  Bambang  Nurcahyo  Prastowo  memperkenalkan  distribusi  S.u.S.E  4.4.1      (kernel 2.0.29) pada masyarakat Yogyakarta. Sebuah milis Linux pernah  dirintis  pada  tahun 1996,  namun  gagal  karena  kekurangan inersia.  Setahun  berikutnya,  dapat  dikatakan  sebagai  tahun kebangkitan Linux Indonesia. Sebuah milis kembali terbentuk, yang diikuti oleh berbagai InstallFest, lokakarya, seminar, serta publikasi  berturut-turut  di  media  KompuTek,  Mikrodata,  dan InfoKomputer. Kelompok Pengguna Linux Indonesia (KPLI) pun menjamur di berbagai kota di Indonesia. Kesuksesan   Linux   di   Indonesia   merupakan   sinergi   dari sekurangnya 4 (empat) faktor yang akan diungkapkan dalam tulisan berikut ini. Pertama,   diperlukan     provokator     yang    bertugas memperkenalkan sistem Linux melalui milis, seminar, dst. Yang bersangkutan  ini  tidak  harus  seorang  pakar  Linux  ataupun terlibat langsung di lapangan. Provokasi ini akan berpengaruh positif terhadap opini masyarakat. Sebaliknya, sifat kepriyayian ─seperti asyik bermain sendiri di menara gading─ berpotensi sebagai faktor penghambat penyebaran Linux. Kedua, pendekatan tidak cukup satu arah bottom up ataupun  top  down,  namun  harus  ada  timbal  balik  antara  keduanya.  Provokasi sehebat apapun tidak akan bermanfaat, jika tidak ada  ”bahan  bakar” (dukungan)  yang  cukup.  Harus  juga  disadari bahwa  tidak  semua  gagasan  akan  sukses,  dan  tidak  semua kejadian dapat diprediksi secara presisi sejak awal. Ketiga, harus ada motivasi jelas dan kuat, dan bukan hanya sekedar  retorika  serta  semboyan  kosong.  Linux  menawarkan solusi murah meriah, yang mendapatkan sambutan positif dari para kelompok generasi muda yang pragmatis. Terakhir,  suasana  dan  event  yang  mendukung.  Linux  mulai  marak   pada   tahun 1997   seiring   dengan   peningkatan kepopuleran internet di Indonesia (pra krismon). Inersia yang   cukup akan membangkitkan reaksi rantai.

Semakin  banyak  yang  menggunakan  Linux  berarti  semakin  sedikit yang tidak menggunakan. Populasi pengguna linux yang  banyak akan menarik pengguna yang lebih banyak lagi. KPLI  yang muncuk dibentuk di sebuah kota dapat mendorong proses  pembentukan KPLI di kota berikutnya. Selain itu, pengembangan Linux ini mendapat dukungan teknis secara gotong royong melalu milis.

Pada periode 1991 – 1994, kegiatan penyebaran Linux  kurang  mendapatkan  sambutan.  Dalam kondisi  demikian,  provokasi  secanggih  apa  pun  tidak  akan banyak berpengaruh. Baru mulai 1994, motivasi penggunaan  Linux meningkat sebagai alternatif terminal X11 yang murah  meriah.  Setahun  kemudian,  Linux  bahkan  mulai  digunakan secara operasional di sebuah penyelenggara Internet komersial. Selama periode 1994 – 1997 ini, momentum penggunaan Linux  dalam keadaan sangat kritis yaitu: memiliki peluang sama untuk  sukses ataupun gagal. Dukungan institusional (top down) dari  Universitas Indonesia membantu menstabilkan momentum ini,  namun tidak sampai menjadi faktor utama kesuksesan Linux di  Indonesia!  Justru,  motor  dari  kesuksesan  Linux  ialah  para  profesional muda yang terjun ke bidang Internet pasca 1997. Sayang  sekali,  gerakan  Open  Source  Software  sementara  ini  baru berhasil di lingkungan teknis, sementara lingkungan bisnis  masih  belum  tertarik  untuk  menggunakan  Open  Source  Software.  Diperlukan  usaha  ekstra  untuk  memajukan  sektor  office  automation  ini.  Masalah  ini  tidak  dapat  hanya  diatasi  secara  bottom-up.  Dukungan  pimpinan  dibutuhkan  untuk  mendorong   pengurangan   secara   bertahap   penggunaan  perangkat lunak yang dianggap tanpa lisensi sah. Dukungan top-down ini perlu ditunjukkan dengan mengangkat  CIO (Chief  Information  Officer)  yang  memiliki  komitmen  terhadap Open Source Software. Tidak dapat dipungkiri, bahwa  usaha ini membutuhkan pengalokasian sumber daya manusia  dan biaya yang tidak sedikit. Diperlukan pula unsur kolaborasi  karena banyak hal yang tidak bisa dikerjakan sendiri. Dukungan  secara  grass-root/bottom-up  akan  membantu  terbentuknya  Masyarakat  Digital  Gotong  Royong (MDGR)  yang  bersifat informal. Jika negara-negara yang sedang berkembang ini memanfaatkan  Open   Source   Software,   dengan   sendirinya   berarti   tidak  menggunakan perangkat lunak yang berlisensi. Menurut I Made  Wiryana,  inisiatif  penggunaan  Open  Source  Software  dapat  dimulai oleh para pendidik bidang teknologi informasi.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 1, 2012 inci Uncategorized

 

Pengenalan Open Source…..!!!!

I.  APA  ITU  FREE/OPEN  SOURCE  SOFTWARE?

Menurut  David  Wheeler,  secara  umum  program  yang  dinamakan  free  software  (perangkat lunak  bebas)  atau  open  source  software  (perangkat  lunak  sumber  terbuka)  adalah  program yang  lisensinya  memberi  kebebasan  kepada  pengguna  menjalankan  program  untuk  apa saja,  mempelajari  dan  memodifikasi  program,  dan  mendistribusikan  penggandaan  program asli  atau  yang  sudah  dimodifikasi  tanpa  harus  membayar  royalti  kepada  pengembang sebelumnya.  (Sumber:  http://www.dwheeler.com/off_fs_why.html).

Free/Open  Source  Software  (FOSS)  atau  perangkat  lunak  bebas  dan  open  source  (PLBOS)
telah  menjadi  sebuah  fenomena  internasional.  Dalam  beberapa  tahun  terakhir,  FOSS
mengalami  perubahan  besar  dari  sebuah  kata  yang  relatif  tidak  dikenal  menjadi  sebuah
kata  popular  terbaru.   Namun,  istilah  FOSS  tetap  belum  mudah  dipahami  mengingat  FOSS
merupakan  konsep  baru,  misalnya  apa  saja  pengertian  FOSS  dan  apa  saja  cabang  atau
jenis­jenisnya.

berikut  ini saya akan memberikan  penjelasan singkat baik  tentang  fenomena FOSS,   filosofinya,   perbedaannya   dengan   program   yang   bukan   FOSS,   dan   metoda pengembangannya.

a. Filosofi FOSS ( Free/Open Source Software )

Ada   dua   filosofi   pokok   pada   kata   FOSS,   yaitu   filosofi   dari   FSF (Free   Software Foundation) atau  Yayasan  perangkat  Lunak  Bebas yang digerakkan oleh tokoh Richard  M.  Stallman,  dan  filosofi  dari  OSI  (Open  Source Initiative)  atau  Inisiatif  Sumber  Terbuka yang digerakkan oleh tokoh Eric S.Raymond dan  Bruce Perens.

Menurut  FSF,  perangkat  lunak  bebas  mengacu  pada  kebebasan  para  penggunanya  untuk menjalankan,  menggandakan,  menyebarluaskan/menditribusikan,  mempelajari,  mengubah dan  meningkatkan  kinerja  perangkat  lunak.  Tepatnya,  mengacu  pada  empat  jenis  kebebasan bagi  para  pengguna  perangkat  lunak,  yaitu:

1.  Kebebasan untuk menjalankan programnya untuk tujuan apa saja (kebebasan  0).

2.  Kebebasan untuk mempelajari bagaimana program itu bekerja serta dapat disesuaikan
dengan kebutuhan anda (kebebasan  1). Akses pada kode program merupakan suatu
prasyarat.

3.  Kebebasan untuk menyebarluaskan kembali hasil salinan perangkat lunak tersebut
sehingga dapat membantu sesama anda (kebebasan  2).

4.  Kebebasan untuk meningkatkan kinerja program, dan dapat menyebarkannya ke
khalayak umum sehingga semua menikmati keuntungannya (kebebasan  3). Akses pada
kode program merupakan suatu prasyarat juga.

Filosofi OSI agak berbeda. Ide dasar open source sangat sederhana. Jika para pemrogram dapat mempelajari, mendistribusikan ulang, dan mengubah kode sumber sebagian perangkat lunak, maka perangkat lunak itu  berkembang. Masyarakat mengembangkannya, mengaplikasikannya, dan memperbaiki kelemahannya.

OSI difokuskan pada nilai­-nilai teknis dalam pembuatan perangkat lunak yang berdaya guna dan dapat  dihandalkan, dan pendekatan istilah OSI ini lebih sesuai kebutuhan bisnis daripada filosofi FSF. OSI tidak terlalu fokus pada isu moral seperti yang ditegaskan FSF, dan lebih fokus pada manfaat praktis dari metoda pengembangan terdistribusi dari FOSS.

Meskipun filosofi dasar kedua gerakan ini berbeda, FSF dan OSI berbagi area yang sama dan bekerja  sama  dalam hal­hal praktis, seperti pengembangan perangkat lunak, usaha melawan  perangkat lunak  proprietary, paten perangkat lunak, dan sejenisnya. Richard Stallman mengatakan bahwa gerakan perangkat lunak bebas dan gerakan open source merupakan dua “partai  politik” dalam komunitas yang sama.

b. Metode Pengembangan FOSS

Model pengembangan FOSS adalah unik, dan menjadi sukses karena muncul bersamaan dengan berkembangnya internet dan efeknya yang luar biasa di bidang komunikasi. Analogi Katedral dan Bazar  digunakan untuk membedakan model pengembangan FOSS (Bazar) dengan metode pengembangan perangkat lunak tradisional (Katedral).

pengembangan FOSS lebih mirip dengan sebuah bazar, yang tumbuh secara
organis. Dalam sebuah bazar, pedagang awal datang, membangun struktur, dan memulai
bisnis. Pedagang­-pedagang berikutnya datang dan membangun strukturnya masing­masing.
Perkembangan bazar nampak menjadi gaya yang tidak teratur. Pada dasarnya para pedagang diarahkan  untuk membangun struktur minimal yang dapat berfungsi sehingga mereka bisa memulai berjualan. Tambahan dibuat  sesuai kebutuhan dan keadaaan selanjutnya. Dengan model serupa, pengembangan FOSS dimulai dari yang tidak terstruktur. Pengembang merilis kode programnya ke publik meskipun baru berfungsi secara minimal, dan kemudian mengubah programnya sesuai umpan balik yang diberikan publik. Pengembang lain bisa ikut mengembangkan program itu berdasar kode­-kode yang telah ada. Pada periode waktu tertentu, keseluruhan sistem operasi dan aplikasi menjadi tumbuh dan berkembang secara terus menerus.

Pengembangan perangkat lunak tradisional diibaratkan dengan cara katedral dibangun pada masa lalu. Kelompok kecil tukang batu secara hati­-hati merencanakan sebuah desain dalam tempat yang terisolasi, dan segala sesuatunya dibuat dalam sebuah usaha tunggal. Sekali katedral berhasil dibangun, maka dianggap selesai, dan hanya sedikit dilakukan perubahan lanjutan. Perangkat lunak secara tradisional dibuat dengan   gaya yang serupa itu. Sekelompok pemrogram bekerja dalam suatu isolasi (misalnya di sebuah perusahaan), dengan perencanaan dan manajemen yang hati­hati, hingga bekerjaanya selesai dan program dirilis ke publik.  Sekali dirilis, program dianggap selesai, dan selanjutnya hanya ada pekerjaan terbatas untuk program  itu.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 10, 2012 inci Uncategorized

 

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.
 
1 Komentar

Ditulis oleh pada April 10, 2012 inci Uncategorized